
Perjanjian Luar Biasa atau Illusio? Trump Mengklaim Hadiah Besar dari Teluk dengan Nilai 2 Triliun Dolar!
Saat dalam perjalanan pulang setelah melakukan kunjungan diplomatik di wilayah Teluk, Presiden Donald Trump menggambarkan petualangan tersebut sebagai suatu titik penting sepanjang sejarah.
“Keempat hari itu luar biasa, keempat hari yang bersejarah,” katanya kepada jurnalis di dalam pesawat presiden Air Force One.
Dengan keyakinan biasanya, dia melanjutkan, “Tidak pernah ada sebelumnya pekerjaan atau uang yang mengalir ke negeri kami dengan cara seperti ini.”
Menurut laporan BBC News pada tanggal 21 Mei 2025, Trump menyatakan bahwa ia sudah mendapatkan janji investasi yang mencapai lebih dari $2 triliun dari tiga negara di Teluk Persia: Arab Saudi, Qatar, serta Uni Emirat Arab (UEA).
Di sisi lain, dari kecemerlangan dalam permainan senjata tajam dan pujian kerajaan, timbul sebuah pertanyaan penting: adakah data-data itu sebenarnya masuk akal?
Kemewahan Diplomatik ala Teluk
Kedatangan Trump di wilayah Teluk hanyalah sebuah pawai yang megah.
Saudi Arabia, Qatar, dan Uni Emirat Arab memamerkan kemewahan mereka secara gemerlap, mulai dari rombongan mobil Tesla Cybertruck, penjagaan oleh pesawat tempur, unta dan kuda-kuda Arab, sampai pementasan tarian pedang bersejarah.
Sebaliknya, UEA memberikan kepada Trump penghargaan sipil tertingginya yaitu Order of Zayed.
Di belakang simbolisme dan keeleganan tersebut, para pemimpin Teluk bermaksud mengkomunikasikan pesan tegas: mereka siap merogoh kocek untuk memperkuat kemitraan strategis dengan AS, lebih-lebih lagi dalam sektor ekonomi dan teknologi.
Investasi Janji Pengembalian Luar Biasa, Tetapi Bisakah Direalisasikan?
Di Arab Saudi, Trump mengumumkan bahwa Putra Mahkota Mohammed bin Salman sudah memastikan janji investasi senilai $600 miliar yang mencakup beberapa bidang seperti industri pertahanan, teknologi kecerdasan buatan (AI), pelayanan kesehatan, pembangunan infrastruktur, serta kolaborasi di bidang ilmu pengetahuan dan keselamatan.
Satu fokus penting lainnya adalah perjanjian pertahanan bernilai $142 miliar, yang oleh Gedung Putih dikenal sebagai pakta senjata terbesar dalam catatan sejarah.
Meskipun demikian, beberapa ekonom dan ahli menggarisbawahi bahwa banyak “perjanjian” itu hanyalahNota Kesepahaman atau MoU ( Memorandum of Understanding ), yang mungkin tidak selalu berakhir dengan transaksi konkret.
Tim Callen, mantan pemimpin misi IMF di Arab Saudi dan saat ini sebagai peneliti di Arab Gulf States Institute, menegaskan dengan jelas: “Semua buktinya akan kelihatan di lapangan melalui seluruh perjanjian yang ada.”
Data sebelumnya menyatakan bahwa ketika menjabat di masa jabatan pertamanya (2017-2021), Trump sempat mengaku telah memperoleh janji investasi senilai $450 miliar dari pihak Arab Saudi. Namun, berdasarkan data resmi, aliran perdagangan dan investasi nyata tidak pernah melampaui angka $300 miliar dalam rentang waktu tersebut.
Qatar dan UEA Enggan Kalah
Dari Qatar, Trump mengumumkan adanya “pertukaran ekonomi” senilai setidaknya $1,2 triliun.
Namun, catatan resmi dari Gedung Putih menyebutkan jumlah yang jauh lebih kecil yaitu sekitar $243,5 miliar.
Salah satu kesepakatan yang paling terlihat di konferensi tersebut adalah pembelian sebanyak 210 pesawat penumpang oleh Qatar Airways dari sebuah perusahaan aviasi Amerika Serikat, dengan total nilai transaksi mencapai $96 miliar.
Rumah Putih menyatakan bahwa perjanjian tersebut bakal menopang kira-kira 154.000 lapangan kerja di Amerika Serikat setiap tahunnya pada masa pembuatan produk.
Pada saat yang sama, UEA menarik perhatian melalui proyek skala besar dalam ranah kecerdasan buatan.
Mereka berencana untuk merancang kampus AI terluas di planet ini diluar wilayah Amerika Serikat, serta akan menerima hak penggunaan sebanyak 500.000 mikroprosesor canggih dari firma teknologi besar Amerika, NVIDIA.
Bagian ini termasuk dalam strategi investasi UEA sebesar $1,4 triliun ke AS selama sepuluh tahun mendatang.
AI Menjadi Alat Diplomasi Terbaru
Ketidakmungkinan untuk mengesampingkan peranan AI pada kesempatan kali ini sangat jelas.
Trump membawa serta tokoh-tokoh teknologi terkemuka seperti Sam Altman (CEO OpenAI), Jensen Huang (CEO Nvidia), dan Elon Musk (pemilik Grok AI).
Langkah ini seolah menegaskan bahwa AI kini menjadi bagian dari diplomasi strategis AS, menggantikan pendekatan lama yang berfokus pada keamanan dan minyak.
Sebagai respons, Gedung Putih juga telah melonggarkan pembatasan era Biden terhadap ekspor chip semikonduktor canggih.
Sebelumnya, negara-negara seperti Arab Saudi dan UEA termasuk dalam kategori “akses terbatas” untuk chip kelas atas kebijakan yang membuat frustrasi negara-negara yang tengah berambisi membangun ekonomi berbasis teknologi tinggi.
Saat ini, setelah pembukaan kembali akses ke teknologi tersebut, negara-negara di Teluk berlomba-lomba untuk mengembangkan pusat data besar dan infrastruktur kecerdasan buatan.
“UEA bertaruh pada Amerika dalam hal AI,” ujar Bader Al Saif, akademisi dari Universitas Kuwait.
“Kami melihat bahwa perubahan teknologi terbesar di era 90-an berasal dari AS, dan mereka berharap hal itu terulang kembali.”
Hambatan di Balik Euforia
Meski janji investasi terdengar luar biasa, banyak tantangan menghadang.
Salah satunya adalah harga minyak. Harga minyak dunia jatuh ke level terendah dalam empat tahun terakhir akibat kombinasi kekhawatiran terhadap tarif AS dan keputusan OPEC+ untuk meningkatkan produksi.
IMF pun telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Arab Saudi untuk 2025, dari 3,3 persen menjadi 3 persen .
Menurut Callen, sulit membayangkan Arab Saudi bisa memenuhi komitmen $600 miliar dalam kondisi fiskal seperti sekarang.
Apalagi, sebagian besar kesepakatan yang diumumkan masih bersifat non-binding dan telah diumumkan sebelumnya.
Sebagai contoh, perusahaan energi terkemuka Arab Saudi yaitu Aramco menyatakan 34 kesepakatan kolaboratif dengan firma-firma di Amerika Serikat yang bernilai $90 miliar, namun kebanyakan dari mereka hanyalah Memorandum of Understanding (MoU) dan tidak memiliki detail tentang investasi nyata.
Perjanjian pembelian gas alam cair dari perusahaan AS NextDecade yang juga diberitakan selama kunjungan tersebut sebetulnya telah dirilis beberapa bulan sebelumnya.
Pergeseran Strategi Hubungan AS-Teluk
Meskipun ada keraguan tentang pencapaian angka-angka yang sangat tinggi itu, kedatangan ini mengindikasikan pergantian dalam hubungan antara Amerika Serikat dan negara-negara di Teluk Arab. Hubungan mereka telah berubah dari hanya fokus pada kemitraan energi dan keamanan menjadi lebih merentangi bidang ekonomi dan teknologi.
Untuk negara-negara di Teluk, khususnya Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, hal ini merupakan peluang besar untuk memperkuat posisi mereka sebagai aktor penting dalam skenario internasional baru. Sedangkan bagi Trump, ini menjadi titik balik politik yang amat bernilai.
Dia mengakhiri petualangannya dengan kalimat unik: “Aku akan tetap di rumah, siapa yang tahu di manakah aku bakal berada, lalu kukatakan, ‘Kugunakan waktuku.'”
Menunjuk diri sendirinya, dia menyampaikan kepada jurnalis dengan tegas, “Perhatikan baik-baik, media milik orang ini lah yang melakukan hal tersebut.”
(/Sri Anggun Oktaviana)