
-Pemerintah Provinsi Bali menyatakan tegas penolakan mereka atas keberadaan premanisme yang menyamar sebagai organisasi masyarakat (ORMAS) dan ingin mendapatkan Surat Keterangan Terdaftar (SKT). Pernyataan tersebut dikemukakan oleh Gubernur Bali Wayan Koster saat jumpa pers di Denpasar pada hari Senin, 12 Mei.
Itu merespons maraknya media sosial mengulas tentang kedatangan ormas baru dari luar Bali serta ditolakkannya keberadaanya oleh warga setempat. Organisasi kemasyarakatan tersebut akhir-akhir ini menarik perhatian publik karena sudah mendirikan cabang di Bali dan berencana untuk membangun pulau tersebut.
“Belum melakukan pendaftaran, maka tidak akan disetujui (permohonan SKT), sebab negara memiliki hak untuk menolak berdasarkan keperluan dan pertimbangan lokal,” demikian ungkap Koster seraya dikutip dari sumber tersebut.
Antara
.
Pemerintah Provinsi Bali bersama dengan aparat penegak hukum telah setuju untuk menentang organisasi kemasyarakatan preman karena dikhawatirkan dapat menggangu ketenangan warga serta sektor pariwisata. Menurut Koster, organisasi ini merupakan salah satu bentuk dari kebebasan berkumpul yang tertera dalam hak asasi manusia dan dilindungi oleh undang-undang.
“Meskipun demikian, organisasi kemasyarakatan bertanggung jawab untuk melestarikan nilai-nilai agama, budaya, moralitas, etika, dan kode kesopanan, serta mengupayakan kelangsungan ketertiban publik dan menciptakan perdamaian di tengah masyarakat,” tegas Wayan Koster.
Apabila di tengah sebuah organisasi massa memperoleh persetujuan sesuai dengan pernyataan Koster, hal itu bukanlah jaminan bahwa wilayah tersebut harus mengizinkannya. Terlebih lagi bila keberadaannya membawa kerugian bagi daerah atau bahkan ditentang sepenuhnya oleh semua elemen masyarakat karena aspirasinya yang tersiar melalui beragam media.
“Kebebasan untuk berkumpul memiliki batasannya sendiri; negara turut serta dalam pengaturannya agar tetap terstruktur, aman, dan dapat menyumbangkan dampak positif bagi perkembangan bangsa dan negara. Oleh karena itu, adanya organisasi kemasyarakatan tersebut dikelola dengan spesifik dan wajib didaftarkan kepada pemerintahan setempat,” jelas Wayan Koster.
Sampai sekarang, Pemerintah Provinsi Bali mencatat bahwa ada 298 ormas yang telah memperoleh SKT secara sah. Organisasi-organisasi tersebut aktif dalam berbagai bidang seperti sosial, kemanusiaan, pemuda, budaya, lingkungan hidup, serta kebangsaan.
Menurut Pasal 8 Ayat 2 serta Pasal 9 dari Peraturan Pemerintahan No. 58 tahun 2016, para pengurus organisasi kemasyarakatan tingkat daerah harus menyampaikan struktur kepengurusannya kepada Kesanggaian Politik dan Keamanan (Kesbangpol). Gubernur selaku pemimpin utama daerah berhak menolak pemberian Surat Keterangan Terdaftar (SKT) jika ada alasan yang berkaitan dengan situasi dalam wilayah tersebut.
“Terkait dengan eksistensi organisasi masyarakat (ormas) di area Propinsi Bali yang belum atau tidak memenuhi kewajiban seperti ditentukan dalam regulasi tersebut, maka keberadaan ormas tersebut masih belum dikenali dan mereka tidak bisa melangsungkan aktivitas operasionalnya di daerah Bali,” jelas Wayan Koster.