
Pengusutan kasus korupsi di lingkungan Polda Metro Jaya selalu menjadi sorotan. Banyak pegiat anti korupsi menantikan sepak terjang pemberantasan korupsi dari korps Bhayangkara ini setelah dipimpin Irjen Pol Karyoto.
Tingginya harapan masyarakat kepada Karyoto yang sebelumnya bertugas di KPK, membuat LSM berduyun-duyun melaporkan temuan mereka ke Polda Metro Jaya.
Mereka berharap penyidik bergerak cepat dan terbuka ke publik soal perkembangan penanganan laporan masyarakat tersebut.
Salah satu kasus yang dinanti perkembangannya adalah penetapan tersangka dugaan korupsi Pengadaan Auto Disable Syringe (ADS) 0,5 ml dengan kontrak Rp36 miliar dan Rp6 miliar pada 2020 di Kementerian Kesehatan. Tersangka diduga akan terbebas dari tuduhan penyidik Tipikor Polda Metro Jaya.
Tudingan atas dugaan tindakan pidana korupsi tersebut dijelaskan tak sejalan dengan rincian yang telah ditentukan dalam perjanjian kontrak.
Tersangka dalam kasus ini adalah MS, seorang Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kementerian Kesehatan, serta AS dari PT RNI.
Informasi dari daerah Kuningan, Jakarta Selatan, mengatakan bahwa kasus Kemenkes telah mencapai tahap P19 yakni penyerahan kembali berkas oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta ke penyidik berkali-kali sebab ada petunjuk dari jaksa yang belum bisa diselesaikan.
Masalah ini telah dimulai sejak tahun 2021, dengan pembuatan Berita Acara Pelanggaran pada tanggal 13 Juli 2021. Selanjutnya, Surat Perintah Pemberian Jenazah Dimulainya Penyelidikan (SPDP) tahap pertama dikirimkan kepada Kejati DKI Jakarta pada 8 November 2022.
Kepala Penyidik KPK untuk Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Syahron Hasibuan, mengkonfirmasi bahwa mereka sudah menerbitkan surat instruksi untuk mereturn SPDP kepada Polres Metro Jaya pada tanggal 5 Mei 2025. Hal ini dilakukan lantaran penyidik tak bisa menyetujui saran dari jaksa penuntut umum.
Perlu diingat bahwa penyidik diberi tenggat waktu selama 30 hari sejak dokumen P19 untuk menyempurnakan berkas investigasi. Apabila hal ini belum diselesaikan, penuntut agung akan mengirimkan surat P20 guna meminta informasi terkait status kasus tersebut.
Berikutnya, apabila selama 30 hari sejak P20 tidak ada pengiriman berkas perkara yang dilakukan kembali, maka SPDP akan dimasukkan kembali ke penyidik dan pendaftaran di Kejaksaan akan dihapus.
“Meskipun demikian, mengubah seseorang menjadi tersangka berada dalam wewenang dari penyidik pertama. Jelaslah bahwa setelah pengembalian SPDP ini, registrasi kasus tersebut di Kejati DKI Jakarta sudah dihapus atau batal,” penjelasan Syahron untuk para reporter pada hari Kamis (22/5/2025), seperti dilaporkan.
Saat diminta komentar tentang kemungkinan pembukaan kembali kasus ini, Syahron mengatakan bahwa hal itu dapat terjadi jika penyidik merilis SPDP yang baru untuk perkara tersebut. Dengan demikian, prosesnya akan dilanjutkan seperti semestinya berdasarkan SOP. ***