Dari 1967 Hingga Kini: Sanggar Budaya di Banjarmasin yang Terus Memelihara Warisan Seni dan Budaya Leluhur

Musik gambus serta tarian Banjar merupakan harta karun budaya nenek moyang yang perlu dipelihara dengan baik dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Sebagai upaya untuk memelihara keberlanjutan tersebut melalui beberapa sanggar seni di mana anggota-anggotanya adalah pemuda-pemudi.

Seperti halnya Sanggar Budaya yang bertempat di Jalan Cemara Raya, Banjarmasin, sanggar ini sampai saat ini masih hidup dan aktif dalam mempromosikan kesenian Banjar.

Hj Ely Rahmi, kepala Sanggar Budaya, menyatakan bahwa sanggar tersebut didirikan pada tahun 1967 atau setelah 59 tahun yang lalu.

“Di samping tari, kita memiliki teater kontemporer serta teater tradisional mamanda,” katanya.

Bukan hanya itu saja, Sanggar Budaya pun mengurus orkes dangdut serta tim pantun. Mereka secara rutin pula melaksanakan pertunjukkan keliling.

“Kini, sanggar tarian Banjar serta kelompok pantun mulai menjamur. Ini merupakan hal yang positif karena menunjukkan peningkatan kesadaran dalam memelihara warisan budaya lokal,” ujarnya.

Pada beragam kesempatan resmi, sambung Ely, kelompok atau masyarakat tersebut sering dipilih untuk menampilkan diri agar tarian serta musik pantun semakin dikenali.

Jenis-jenis tarian Banjar cukup beragam, seperti halnya tari Japin Sigam yang berasal dari Kota Baru, Kalimantan Selatan. Tarian ini menggambarkan hubungan antara pemuda dan pemudi di kawasan pesisir yang tetap memelihara sopan santun serta tradisi dan nilai-nilai keagamaannya.

Ada juga Tari Radap Rahayu yang merupakan pertunjukan tarian. Setiap tarian menggunakan pakaian tradisional yang unik. Misalnya saja dalam Tari Radap Rahayu penarinya memakai atasan baju layang berwarna kuning.

“Argucinya berwarna merah. Setelah itu dia memakai kalung samban dan di kepalanya terdapat sasakan penari serta perhiasannya meliputi anting dan gelang. Yang terakhir adalah mahkota; apabila tidak tersedia dapat digantikan dengan kembang goyang,” jelasnya.

Satu hal lain, para penari menggendong bokor atau seperti piala yang memuat bunga dengan jumlah ganjil, yaitu 3, 5, 7, dan 9.

(/salmah saurin)

—