
– Seseorang yang membawa banyak barang saat merencanakan perjalanan akhir pekan tampaknya akan sangat merepotkan, seolah-olah mereka sedang memindahkan rumah.
Seperti yang kita ketahui, akhir pekan hanya memiliki dua hari istirahat dan tampaknya membawa sedikit barang sudah lebih dari cukup. Namun, pendapat ini mungkin tidak sama untuk orang-orang yang gemar melakukan persiapan berlebihan saat bepergian.
Berdasarkan artikel di DM News pada hari Minggu (04/05), individu yang cenderung membawa banyak barang saat bepergian untuk liburan akhir pekan umumnya memiliki 7 karakteristik tertentu:
1. Mereka mengatur segala sesuatu untuk beragam skenario yang mungkin terjadi.
Cirinya dari para overpacker salah satunya ialah ketertarikan mereka pada pemberian solusi atas semua kemungkinan yang bisa terjadi. Apa jadinya bila hujan tiba-tiba datang? Bagaimana kalau mendapat undangan makan malam eksklusif? Dan bagaimana apabila ingin spontanitas dengan bersepeda atau lari pagi?
Anda tahu bagaimana kalau situasi itu menjadi berkali-kali lipat, sehingga rasanya seperti harus menggunakan semua baju di lemari? Ironisnya, cara pandang semacam ini biasanya timbul dari rasa takut mendalam terhadap hal-hal yang belum dikenal atau keperluan untuk bersiap dengan berlebihan.
Saat kita cemas, pikiran kita sering kali meramalkan situasi ekstrim dengan jernih. Inilah sifat aneh dari mentalitas manusia yang membuat kita menyimpan sepatu olahraga “siaga” atau bahkan membawa baju renang saat cuaca sedang dingin.
2. Mereka salah mengartikan persiapan serentak sebagai kebingungan.
Orang-orang yang gemar membawa terlalu banyak perlengkapan ketika berlibur di akhir pekan cenderung meyakini bahwa jumlah lebih adalah tanda dari kesiapsiagaan mereka.
Sejujurnya, persiapan bukanlah tentang betapa banyaknya barang yang dikemas, melainkan lebih kepada pemahaman akan kebutuhan sesungguhnya.
Ini berfokus pada perencanaan yang efisien, daripada hanya mengumpulkan benda-benda yang mungkin akan dipakai di lain waktu. Selain itu, membawa beban yang ringan tak melulu berarti kita kurang persiapan, tetapi justru memilih dengan tepat apa saja yang esensial untuk dibawa.
3. Cenderung membesar-besarkan keinginan atas beragam pilihan
Banyak orang yang gemar membawa barang berlebih saat bepergian menangani setiap petualangan layaknya pertunjukan mode fashion, dengan jumlah pakaian yang bisa bertukar hingga tiga kali dalam satu hari.
Sebagaimana dijelaskan oleh Greg McKeown, sang pengarang buku Essentialism, “Apabila Anda tidak mengatur prioritas dalam kehidupan, orang lain akan menentukan hal tersebut untuk Anda.”
Walaupun dia mungkin tak membicarakan soal koper, prinsip ini tetap berlaku. Bila tanpa sengaja memilih pakaian yang sebenarnya bertujuan untuk digunakan saat bepergian, pada akhirnya kita hanya akan mengemas benda-benda yang kemungkinannya jarang dipakai.
Tidak masalah ingin memiliki beberapa pilihan busana, khususnya ketika sedang mengambil gambar atau hadir dalam acara tertentu. Namun secara praktis, untuk sebuah perjalanan akhir pekan, Anda hanya butuh sejumlah kecil item yang nyaman dan multifungsi.
4. Ukuran koper diibandingkan dengan tingkat keamanannya oleh mereka.
Salah satu perilaku unik lainnya dari para pengemas berlebihan adalah menghubungkan ukuran koper mereka dengan tingkat keselamatan atau keamanan. Dalam pemikiran tersebut, koper yang lebih besar setara dengan lebih banyak kedamaian jiwa.
Pada pandangan pertama, itu hanyalah sebuah tas biasa. Namun, dari sudut pandang psikologi, tas tersebut melambangkan kapasitas kita dalam menghadapi berbagai tantangan hidup. Meski sebenarnya cuma perjalanan akhir pekan saja, banyak orang merasa lebih nyaman dengan membawa koper ukuran besar, “agar tidak ada yang luput.”
Meski demikian, sesuai dengan perkataan Tim Ferriss, “Lebih baik fokus pada efisiensi bukannya kesibukan.” Dalam konteks packing, ia mengartikan hal tersebut sebagai penekanan terhadap item yang sebenarnya dapat memperbaiki petualanganmu dibandingkan hanya membawa berbagai macam benda.
5. Mereka mengambil peralihan dari ikatannya secara emosi.
Mungkin saja mantel yang belum Anda coba sejak musim hujan kemarin namun punya arti emosional, ataupun sepatu tertentu yang menurut Anda membawa nasib baik.
Hubungan emosionalnya begitu dalam sehingga bisa mengacaukan rencana paket yang sebenarnya cukup masuk akal. Orang-orang yang gemar bermasalah dengan pembungkusan ini bukan saja menyimpan hal-hal esensial tetapi juga memuat item-item bernilai kenangan pribadi, percaya bahwa kenyamanan dari benda-benda tersebut akan meringankan tekanan selama bepergian.
6. Mereka tidak memperdulikan bobot dan kesenangan
Ini tak sekadar berkaitan dengan harga tiket pesawat, walaupun hal tersebut tentunya dapat menjadi kurang menggembirakan. Hal ini pun melibatkan proses membawa koper melewati anak tangga, di atas jalan berbatu, hingga ke sistem transportasi publik.
Memiliki tas yang lebih ringan sama dengan memiliki mobilitas yang lebih besar. Hal ini memungkinkin Anda untuk mengeksplorasi dengan cara yang tidak direncanakan sebelumnya, entah itu naik bus lokal ataupun berkelana di tengah keramaian kota tanpa harus merasa beban secara fisikal.
7. Mereka menganggap remeh keahlian menyesuaikan diri
Manusia memiliki kemampuan istimewa dalam menemukan sesuatu saat diperlukan. Apakah itu mencari jasa cuci kilat karena baju sudah kotor, mendapatkan peralatan mandi yang luput dari daftar belanjaan di warung sebelah, atau meminjam jaket tebal apabila cuaca tiba-tiba menjadi dingin.
Saat Anda membungkus barang dengan keyakinan akan kemampuan adaptasi diri, fokus utama Anda adalah pada inti pengalaman perjalanan dibandingkan aspek luarannya.
Dengan tidak memperdulikan kapabilitas adaptifmu, risikonya adalah akan membawa semua barang bawaan termasuk item-item kecil yang sebenarnya cuma diperlukan ketika sedang bepergian.
Menurut laman FWD pada Minggu (04/05), kebiasaan ini dapat menyebabkan seseorang menderita hodophobia, yaitu ketakutan dan kecemasan berlebihan terkait dengan perjalanan.
Bisa jadi di masa lalu, mereka pernah merasakan pengalaman tidak menyenangkan selama berlibur, mungkin karena kejadian kecelakaan atau bencana tragis lainnya.
Namun, rasa traumanya sebaiknya diatur dengan tepat supaya tidak mengganggu momen berlibur akhir pekan yang waktu nya sangat terbatas.